BLANTERVERIONv101
TEMPLATEVERIONv101

Arya Satya Chapter 1 : Prolog

Kembang Wae
Image

Sebuah ruangan yang tenang dengan seluruh siswa sibuk mencorat-coret di atas lembar ujian. Terlihat ada yang pura-pura begitu serius mengerjakan, ada juga yang hanya mengandalkan sebuah peruntungan melalui hitungan jemari atau lemparan koin ditangan.

Tampak begitu kontras dengan sederet tiga bangku di sebelah jendela. Aura persaingan begitu terasa. Tiga siswa yang dijuluki tiga trofi, kini saling menghajar dalam sebuah kompetisi. Memperebutkan gelar juara sekolah pada bangku panas.

Sudah jadi hal lumrah di sekolah ini jika mereka bertigalah yang menduduki posisi tiga besar di setiap tahun. Tidak ada seorang pun yang bisa melengserkan mereka. Dan desas-desusnya mereka adalah anak para konglomerat penyumbang dana terbesar di sekolah ini.

“Leganya. Ternyata soal fisika tidak begitu rumit. Kukira aku bakal dihajar habis-habisan di dalam. Setidaknya ini sedikit lebih sulit ketimbang tahun kemarin.” Ucap seorang siswa yang mengenakan vest di atas seragamnya.

Di sebelah tampak anak lelaki dengan tatapan dingin sedang menyantap makan siang. Lalu di depan seorang siswi tengah sibuk membuka kotak bekal.

“Jangan meremehkan begitu, Ega. Tahun kemarin kamu cuma dapat A- dalam ujian. Kalau ini lebih sulit dari tahun kemarin, kemungkinan nilaimu juga di bawah itu.” Ujar siswi yang tengah membuka kotak bekal dan kini mulai menyantap isinya.

Ega mengangguk mengiyakan. Mengalah dari pada nanti makin diberi petuah.

“Ega bawa apa hari ini? mau coba bekal punya Lara?” Ucap lara sambil menyodorkan kotak bekalnya. Tanpa disadari sepasang mata menatap dingin kotak bekal itu.

-----------------

Seminggu setelah ujian selesai, biasanya sekolah mengadakan festival sekalian dengan pengambilan rapor. Tak heran jika para orang tua kini memenuhi sekolah dan bercampur aduk dengan siswa.

Beberapa mendatangi stand makanan kelas anaknya, berfoto ria dengan teman-tema dan hiruk pikuk ramai terdengar. Setidaknya festival ini menjadi pengobat kecewa untuk para orang tua yang anaknya tidak menjadi juara.

Festival ini diadakan setelah tiga trofi mencetuskan ide. Mereka ingin menunjukkan bahwa tak apa anak tidak berprestasi dalam akademik. Karena setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda.

Semua terlihat jelas ketika beberapa orang tua tertawa bangga melihat sang anak juara dalam ekstrakurikuler kesenian atau olahraga walaupun ternyata memiliki peringkat terakhir di kelas.

Beberapa orang tua bangga saat melihat anaknya pandai berjualan makanan ketika bodoh dalam matematika.

Ada yang terharu melihat sang anak mendalami peran dalam pentas drama yang ditonton, padahal nilai fisika dan kimia selalu remedi.

Namun ternyata tidak semua orang tua mampu melapangkan dada melihat kekurangan sang anak. Di sudut lorong kelas, seorang ayah menatap tajam pada anak yang gagal meraih peringkat pertama.

Lebih buruknya dia tidak menjadi kedua, melainkan mendapat peringkat ketiga. Beberapa kali sang ayah berkata bahwa ia harus menjadi yang pertama. Tidak ada toleransi apa pun karena ia harus menjadi penerus atau kehilangan semua.

Si anak hanya menunduk, diam dan bergeming. Sorot mata kosong. Hatinya sudah lelah dengan semua. Ia sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun sial dirinya menempati posisi yang tidak seharusnya ia tempati.

Ia juga merasa kecewa pada dirinya. Kenapa ia tidak bisa menjadi yang pertama. Apa gunanya menjadi yang ketiga ?  Kenapa ia harus terkalahkan oleh orang bodoh yang hanya mengandalkan keberuntungan ?

Di saat si anak sibuk menyalahkan diri, sebuah tangan melayang menampar pipi. Anak hanya tertegun dengan pipi yang memerah. Ini sudah biasa ia terima ketika gagal memenuhi ekspektasi sang ayah.

-----------------------

Seorang anak laki-laki berjalan menunduk dengan hoodie yang membalut seragam. Pipinya yang lebam sebelah sengaja ia sembunyikan dibalik tudung hoodie. Sudut bibirnya mengeluarkan setetes darah yang sesekali ia seka dengan jempol.

“Dari mana saja kau ?  Pamerannya sudah buka dari tadi.” Ega mengoceh sambil mengalungkan lengannya ke tubuh anak itu.

“Apa-apaan ini ? Bikin gerah saja.” Oceh Ega menarik hoodie yang dipakai anak lelaki dalam rangkulannya. Si anak cuma diam menerima perlakuan Ega lalu kembali memasukkan kepala dalam tudung hoodie.

Mereka memasuki sebuah ruang pameran dari klub lukis sekolah. Sejujurnya, Ega dan anak itu tidak terlalu mengerti estetika lukisan. Tapi karena teman mereka menjadi salah satu pelukis hebat. Mau tidak mau mereka harus melihat. Setidaknya cukup memuji lukisannya bagus dan indah.

“Raaa, Lara..” Teriak Ega sambil melambaikan tangan.

Lara yang sedang sibuk mempresentasikan lukisan, mendengar teriakan Ega langsung menoleh. Melambaikan tangan, memberi tahu Ega untuk menghampirinya.

                Sebuah lukisan abstrak yang memiliki arti mendalam. Sudah berkali-kali Lara menjelaskan kepada pengunjung tentang makna lukisan buatannya dan sudah berkali-kali juga ia mendapat pertanyaan tentang mengapa ia membuat lukisan itu.

Ega menyadari itu, jadi ia memilih untuk diam dan memandangi lukisan. Mencoba memahami keindahan yang diciptakan oleh tangan mungil Lara.

Anak laki-laki di sebelah Ega menatap kagum lukisan. Lebih dari kata terpesona seolah ia mengerti  tentang arti mendalam yang dicurahkan pembuatnya.

“Kau menyukainya ?” tanya Lara pada anak lelaki itu dan ia menjawab dengan sebuah senyuman manis.

“Aku memang membuatnya khusus untuk festival ini. Dan aku tidak akan pernah menjualnya. Ini akan kuhadiahkan untuk seseorang suatu saat nanti.” Lara melanjutkan kalimat.

“Beruntung sekali orang yang akan mendapatkannya nanti.” Anak laki-laki itu tanpa sadar mengeluarkan kata-kata.

---------------------------

Sebuah aula megah dengan dekorasi mewah menghiasi suasana bahagia sebuah pernikahan. Orang-orang tampak sangat bergembira melihat sepasang pengantin menawan berdiri di atas panggung acara.

Terlihat pengantin pria yang bahagia sesekali memandangi calon istri yang terlihat begitu memesona. Ia menampakkan senyuman paling indah selama hidupnya.

Gaun putih memanjang, membalut tubuh indah seorang wanita. Wajah cantik itu tersenyum manis, namun semua itu hanyalah kebohongan. Ia harus menepati janji menikahi pria yang kini ada di sebelah. Ia sudah terlanjur melontarkan janji pada ayahnya agar sebuah pertemuan menjadi nyata.

“Terima kasih sudah mau menerimaku di kehidupanmu Lara.” Ucap pengantin pria dengan senyum tulus. Sang wanita hanya tersenyum seolah ia merasa bahagia bersamanya.

-------------------------

Sebuah pesan singkat tertulis pada layar handphone yang kini ditatap oleh sepasang bola mata. Air mata yang menumpuk kini mengalir perlahan. Tangisnya sengaja ia bungkam supaya tidak membangunkan suami dan anaknya.

Di tengah tangis yang tercekat, tiba-tiba sebuah batu menghantam kaca. Terdengar begitu keras hingga membangunkan seisi rumah.

“Mama, mama.” Seorang anak laki-laki berusia lima tahun berjalan pelan di antara gelap. Ia terbangun karena suara keras tadi dan berusaha mencari sosok pelindungnya. Mencoba menekan-nekan saklar lampu namun sayang ternyata listrik padam setelah kejadian itu.

Anak laki-laki itu meraba sekitar. Mencari sesuatu yang dapat membantu melihat dalam kegelapan. Sayang, ia tidak menemukan apa-apa. Beruntunglah malam ini bulan purnama terlihat bersinar terang.

“Mama, papa.” Anak itu berjalan lagi menuju kamar orang tuanya, mencoba membelalakkan mata supaya dapat melihat lebih jelas. Hasilnya nihil. Kamar itu kosong.

Ia berjalan menuju kamar adiknya tapi di tengah jalan tepat di ruang tengah ia melihat sosok laki-laki.

“Papa.” Anak itu berjalan mendekat.

“Papa, mama dimana?”

Tidak ada jawaban. Hanya siluet laki-laki yang terdiam. Anak itu semakin mendekat. Melangkahkan kaki pelan penuh rasa ragu dan takut. Telapak kaki kecil menginjak lantai yang terasa semakin dingin.

Tiga langkah setelahnya ia menginjak sebuah cairan sedikit licin. Hidung mungilnya mencium bau anyir. Jantung semakin berdebar saat sorot mata tertuju pada tubuh yang tergeletak di belakang siluet laki-laki.

“Eg_ E_a” Rintihan itu terputus oleh teriakan sang anak.

“MAMAAAAAAAAAAAAAAA !!!!!”

Image
Image

Comments

BLANTERVERIONv101