BLANTERVERIONv101
TEMPLATEVERIONv101

Arya Satya Chapter 2 :Where are you ?

Kembang Wae
Image

 


Di antara bunyi riuh kecipak air menghantam bibir pantai. Dengan pasir berarak hanyut ke sana kemari. Seorang manusia terbaring lemas di sana. Kemeja putih yang membalut tubuh atas kini hanya tersisa sebagian. Robekan kain pada celana hitam pun ikut menari terseret arus ombak, seolah mengerti jika sang tuan sudah sangat lunglai.

“Enigma. Pukul berapa sekarang?”

Suara parau terdengar menggema, namun tak ada jawaban. Sunyi. Hanya semilir angin yang mencoba berisik menggoyang dedaunan tak jauh dari tempat sang tuan.

Beberapa saat kemudian sang tuan mengerjap-ngerjap. Memandang kosong luasnya langit bertabur bintang.

“Dimana lokasiku sekarang, Enigma!”

Lagi-lagi sunyi, hanya bola mata sang tuan yang bergerak seolah sedang meneliti.

“Perbesar gambarnya!”

Smartlens yang terpasang pada kedua mata sang tuan pun mematuhi perintah. Memperbesar gambar titik lokasi sang tuan.

Setelah merasa cukup mendapatkan apa yang ia cari, sang tuan menutup kelopak mata lumayan lama, sekitar ada 10 detik. Untuk mematikan fitur canggih dari kontak lensa yang terpasang.

Ia kembali mengerjap-ngerjap, menormalkan penglihatan agar lebih fokus pada sekeliling. Menyapu pandangan dan mendapati jika sekarang purnama tengah bersinar terang.

Sang tuan pun hanya tersenyum sembari menarik nafas panjang.

Sungguh sangat indah sekali sekarang. Lebih baik lagi jika ada teman hati yang bersamanya saat ini.

“Bulannya sangat indah bukan ?” Ucap lirih sang tuan.

-----------------------

Tiga orang dewasa terlihat sedang sangat serius. Salah satunya memasang wajah frustrasi. Satu lagi menahan amarah dan orang terakhir hanya terdiam menampilkan ekspresi memohon.

“Tidak bisa. Kita sudah coba semua cara itu.”

“Tapi yang ini belum. Percaya sama aku. Kita bisa ke sana. Kau punya akses lewat orang tuamu. Lalu kau juga bisa karena kau pernah ke sana.”

“Tidak dengan pulau itu San. Cukup! Aku sudah lelah bergadang menemani El semalam. Dan sekarang kau merengek seperti ini lagi.”

Sandra terdiam memandangi wajah kedua temannya. Mereka seperti gembel sekarang. El yang terlihat kacau dengan kemeja tidur. Sedangkan Wildan hanya berbalutkan boxer dan kaos putih transparan.

Jika dilihat-lihat. Walaupun dengan wajah mengantuk tidak berbentuk seperti itu, El dan Wildan masih bisa terbilang tampan.

Si kacamata manis dengan lesung pipit di salah satu pipinya berkombinasi dengan si kekar berotot berwajah maskulin. Sungguh perpaduan yang sangat menyenangkan kaum hawa.

Tapi tidak untuk Sandra. Entah Karena otaknya sudah terbentur oleh ketampanan laki-laki lain atau memang karena buta, ia tidak sadar jika kedua temannya punya pesona.

 “Sudah, dari pada kamu marah, mending ambil pesanan makanan kita di bawah. Lalu kau, Sandra, tolong bereskan tempat ini dan dinginkan kepalamu. Aku mau mandi. ” Ucap El menengahi setelah muak dengan rengekan Sandra.

Sudah lebih dari empat bulan Sandra menggila ingin menyusul kekasihnya yang entah pergi kemana. Dan mau tidak mau kedua temannya harus menampar keras-keras Sandra agar kembali pada realita. Semua itu membuat mereka sedikit kewalahan dalam menghadapi keadaan.

Selesai El mandi, Makanan sudah berada di atas Meja. Wildan dan Sandra duduk berjauhan dan saling memalingkan muka. Padahal tangan keduanya sibuk bersama-sama membuka bungkus makanan dan menuangkan isinya di atas piring besar.

Seperti tradisi ketika makan mereka akan mencampurkan semua lauk, sayur dan nasi pada satu piring besar, lalu memakannya bersama dalam satu wadah. Terlihat menjijikkan memang, tapi tidak untuk mereka bertiga yang sudah berteman lama.

Mereka dikenal dengan ‘triple problem’ atau biasa disebut dengan nama biang kerok di kalangan dosen. Tiga mahasiswa tingkat akhir yang terjebak skripsi, padahal mereka termasuk dalam golongan mahasiswa cerdas dengan IPK yang selalu fantastis.

Beberapa orang beranggapan jika mereka terjebak di fase skripsi karena obsesi gila mereka akan kebenaran.

Pernyataan itu terbentuk bukan tanpa alasan. Dengan bukti mereka sering sekali mengulik kasus kecil sampai kasus terpenting di kampus. Pada akhirnya membuat mereka mendapatkan julukan biang kerok dari orang-orang yang merasa terancam. 

“Ayolah, Kalian jangan kekanak-kanakan seperti itu. Makan itu kegiatan yang sakral, tidak boleh ada amarah yang terpendam. Kalau belum selesai, aku kasih waktu untuk menyelesaikan sekarang juga. Dengan konsekuensi semua makanan itu menjadi milikku.”

El yang sedang membujuk langsung dapat tatapan tajam dari mereka berdua.

“Ok, baiklah jika itu keputusan kalian.” Ujar El sambil menyengir. Lalu mendudukkan pantat di kursi antara mereka berdua. Menjejalkan sesendok penuh makanan ke dalam mulut.

---------------------

“Seperti yang kalian tahu. Kemarin, kita mendapatkan notifikasi dari alat khusus buatanku. Hasilnya kita mendapat koordinat yang mungkin si bangsat ada di sana.” Ujar El menjelaskan dengan menambahkan tekanan pada kata “bangsat”.

Sandra yang mendengar kata itu langsung menatap El tajam sedangkan Wildan hanya mangut-mangut setuju.

“Dan kau langsung menggila setelah tahu semua itu tadi pagi.” El malah menyiram bensin di atas api yang sedang berkobar.

Melihat reaksi Sandra yang hanya diam menahan kesal. El dan Wildan tersenyum tipis seolah berhasil mengerjai temannya.

“Padahal belum tentu itu koordinat terakhir dia. Mungkin bisa saja dia di sana hanya mampir sebentar.”

“Dengan headline berita hari ini kau masih bilang itu ‘MUNGKIN’?”

“Media masa jaman sekarang tidak bisa menjadi patokan, Sandra. Kau sendiri sudah tahu akan hal itu.”

“Tapi jika kemungkinan dia ada di sana, untuk apa menyusul dia ? Toh kasusnya sudah diangkat lagi.” Wildan ikut menyuarakan pendapatnya.

Kini ruang itu mulai riuh. Untung saja dindingnya dilapisi peredam suara.

Ruangan khusus yang diminta oleh El pada ayahnya selaku pemilik Universitas ini memang sungguh luar biasa. Dengan desain langsung dari El, ruang dua lantai itu disulap menjadi basecamp untuk mereka.

Lantai pertama sebagai tempat santai mereka yang terdiri dari dua buah kamar tidur, meja makan plus dapur, Mini garden dan Relax space. Lantai kedua sebagai Work space yang berisikan alat tempur mereka seperti meja, sofa,  dan Smartboard.

“STOP ! Tunggu dulu. Aku mau tanya satu hal El terlepas dari masalah ini. Kapan dan bagaimana bisa kamu memasangkan alatmu itu padanya ?” Wildan memutus perdebatan dalam diskusi.

Sandra yang tengah berceloteh mengajukan berbagai alasan tiba-tiba diam ikut tertarik dengan apa yang ditanyakan oleh Wildan. El tersenyum kemudian berakting berpikir.

“Sejak dia bersama kita.”

“Sejak awal?” Wildan kembali bertanya dan dijawab El dengan anggukan.

“Kenapa?”

“Semua tentang dia tidak ada yang bisa dipercaya. Karena penasaran, jadi kupasanglah.”

“Kenapa tidak memberitahu kami ?” Selidik Sandra yang diikuti Wildan dengan mendekatkan wajah pada El.

Dan El hanya menampakkan gigi rapinya dengan bergumam “Ah, Sial.” Tamatlah riwayat El hari ini.

------------------------

Di malam yang dingin, purnama tampak gembira. Lantaran telah mempertemukan kembali dua insan yang lama terpisah untuk kini sekadar berbagi hati.

Perempuan dengan piyama putih berbentuk dress menatap dalam penuh rindu pada sosok laki-laki di hadapannya. Ia tersenyum bahagia seolah pundi-pundi rasa yang selama ini dia pendam pecah.

“Kenapa baru sekarang?” Ujar perempuan dengan berjalan mendekat. Pelan tapi pasti. Langkahnya yang gemetar membuktikan bahwa pertemuan ini bukan pertemuan biasa.

Namun tanpa mereka tahu. Ini bukanlah pertemuan, melainkan perpisahan. Takdir telah menuliskan agar ini terjadi pada mereka.

Suatu hal yang tragis dalam kisah cinta suci yang tak bisa kembali.

“Jika cintaku tidak tersampaikan. Biar anakku kelak yang membawanya.” Gumam perempuan itu dalam pangkuan sang laki-laki. Darah mengalir deras dari keningnya.

                Purnama yang awalnya gembira kini lenyap terganti guntur. Malam menjadi gaduh seolah ikut menangisi mereka.

Image
Image

Comments

BLANTERVERIONv101