BLANTERVERIONv101
TEMPLATEVERIONv101

Arya Satya Chapter 3 : Who are You ?

Kembang Wae
Image

 


Enam bulan yang lalu.

Saat semua tengah sibuk dalam berbagai acara. Terlihat seorang pemuda yang justru bersantai menghadap sebuah hologram sembari memasukkan camilan ke dalam mulut. Di ruang ber-AC itu hanya dia sendiri ditemani dengan mesin-mesin teknologi hasil karyanya.

Biasanya ada dua orang lagi, namun mereka sedang tidak peduli lantaran obsesinya dengan mesin teknologi yang menangkring di sisi kanan ruang.

Walaupun terkesan sedang santai, ekspresi wajah yang dipasang malah terlihat serius. Ia memperhatikan gerak kumpulan huruf yang bergulir ke atas di layar hologram. Kumpulan huruf-huruf itu hanya bisa dimengerti oleh beberapa ahli teknologi.

Selagi ia memeriksa kode dalam program buatan, layar smartphone miliknya menyala beberapa kali. Menampilkan balon-balon percakapan yang secara aktif terus bermunculan.

“Sial, camilan habis lagi.” dengus pemuda itu sambil memandang bungkus kosong. Jari jemarinya belum menyerah mencari sisa-sisa makanan yang mungkin masih bisa ia lahap. Sayang, ternyata bungkus itu telah benar-benar kosong.

Ia harus menahan rasa lapar sampai ia akhirnya mau beranjak menuju kantin. Sebenarnya ada dapur di lantai bawah. Tapi tidak ada bahan yang bisa dimasak untuk memuaskan perut.

Beberapa menit kemudian sang perut membunyikan gendang. Mengalun pelan seolah meronta meminta makanan. Si empu mau tidak mau ia harus melepas rasa malas untuk segera pergi untuk menenangkan perut miliknya.

Seperti yang ia duga. Hari ini kantin sangat ramai dipenuhi oleh manusia-manusia beringas yang kelaparan. Lihatlah bagaimana mana mereka mencaplok gundukan nasi hangat, ayam, dan segala jenis makanan.

Pemuda itu menghela nafas berat. Menyeret kaki malas memasuki kantin. Memilih bangku kosong di pojokkan sebagai target mendudukkan diri untuk makan.

Tiba-tiba, ketika tangannya menyentuh sandaran kursi, suasana yang tadinya riuh penuh hiruk pikuk berubah menjadi romantis. Sepasang tangan saling bersentuhan, mata yang sama-sama memandang dan tatapan yang kian lama kian mendalam.

Seolah ikut hanyut dalam euforia, orang-orang yang berada di dalam kantin memandang adegan itu penuh arti.

“Kau!” “Kamu!”

Dua kata itu keluar bersamaan.

“Astaga!”

Keduanya melepas tangan yang sedari tadi berpegangan. Momen berubah menjadi akward setelah mereka sadar bahwa mereka adalah sesama laki-laki.

“Kamu, El Fath bukan?”

El yang ditanyai menjawab melalui anggukan. Mengambil kursi di sebelah kemudian duduk berseberangan.

“Kau Karya? Karya Yudha Angkasa? Ternyata kita satu universitas. Aku terkejut.”

“Begitulah. Sama halnya denganku.”

Kedua orang itu kemudian bercakap-cakap cukup lama.

---------------

“SIALAN! Apa mereka benar-benar menolak proposalku? Apa yang salah dengan mereka?”

Terdengar suara nyaring dari lorong koridor. Sandra yang sedang berbicara melalui smartphone terlihat kesal menyebabkan lengkingan suara itu semakin terdengar.

Ia mengepalkan tangan dan meninju udara kosong berkali-kali.  Tidak cukup meluapkan kesalnya. Ia kembali menendang tembok dan membuat kakinya terasa ngilu.

Di ujung lorong, seseorang memperhatikan Sandra dengan bingung, terpesona dengan tingkah lakunya. Tidak biasa baginya untuk tertarik pada seseorang yang begitu mudah melepaskan emosinya.

Bukan niat awalnya untuk memperhatikan seorang gadis yang tengah meluapkan emosi. Tujuan pergi menuju lorong agar bisa sejenak istirahat melepas topeng yang dipakai. Tapi suara nyaring Sandra membuatnya tidak bisa mengabaikannya.

Berkali-kali ia coba kembali fokus, tapi lagi-lagi Sandra mencuri perhatian. Tidak biasa baginya untuk memperhatikan gadis aneh itu. Entah kenapa gadis itu seperti memiliki karisma yang mampu mengambil atensi miliknya.

Semakin ia coba tak acuh, semakin besar pula kekuatan magis itu bekerja.

“SIALAN!” Umpat Sandra, mengakhiri percakapan lewat smartphone. Lalu pergi meninggalkan koridor. Membuat seseorang itu tanpa sadar menarik bibir untuk sedikit menyeringai.

--------------

Derap kaki terdengar jelas menuju sebuah pintu. Lalu tampak kaki melayang mendobrak pintu itu.

“El, lihatlah kelakuan para pegawai ayahmu. Mereka pantas sekali dipecat. “ Cerocos Sandra tanpa aba-aba yang membuat seisi basecamp terkejut.

El, Wildan serta Karya yang kebetulan sedang berada di dalam tertegun. Mereka tidak bisa berkata-kata karena tingkah Sandra yang tiba-tiba marah tidak jelas.

Sandra menyadari jika ada orang lain dalam basecampnya dan langsung berubah menjadi lebih lembut. Menarik nafas sebentar lalu tersenyum manis.

“Hai? Siapa ini?” Tanya Sandra sembari meredakan emosi. Ia harus berusaha jaga image di depan orang baru. Apalagi dengan sosok tampan yang sekarang sedang duduk memperhatikannya.

“Karya. Teman El.” Sosok tampan itu tersenyum dan memperkenalkan diri. Pawakanya yang kekar dengan warna mata yang coklat agak keabu-abuan lantaran sebuah softlens menempel ikut serta mempercantik bola mata.  

“Ah ini karena aku lebih nyaman memakainya ketimbang pakai kacamata.” Jelas Karya melihat Sandra yang ingin bertanya namun diurungkan.

Sandra mengernyitkan dahi. Bagaimana Karya menyadari tingkahnya yang bahkan El dan Wildan selaku teman saja tidak terlalu memperhatikan. Sepertinya sosok tampan itu akan sangat menarik untuk Sandra.

“Kau sudah makan? Kalau belum ada nasi ayam di dapur.”

Ucapan El membuat Wildan dan Sandra langsung bertatapan. Kalau soal makanan mereka berdua tidak bisa dipisahkan. Seperti malam dan siang, atau seperti bintang dan rembulan. Terkadang bisa akur berbagi tapi terkadang juga bisa saling berkompetisi.

Mereka berdua kemudian mengambil piring, mencampurkan dua bungkus nasi ayam dan memakannya bersama. Seperti ritual biasa, tidak ada rasa jijik sama sekali di antara mereka.

“Kenapa baru bilang sekarang kalau ada makanan, El?”

“Aku menunggu, Sandra. Kalau tidak nanti bisa kau habiskan semua. Hitung-hitung juga memberimu pelajaran karena harus membuatku turun ke kantin untuk makan.”

“Tapi kalau kau tidak ke kantin. Kau tidak akan bertemu dengannya.” Bela Wildan di sela-sela makan. Suaranya agak sedikit tidak jelas karena mulut penuh dengan sesuap lebih makanan. Untung saja tidak menyembur ke luar.

El yang mendengar ucapan Wildan hanya terdiam seperti mengiyakan. Benar memang jika saja ia tidak pergi ke kantin. Ia tidak akan bertemu dengan Karya. Teman yang sama-sama memiliki obsesi persis seperti dirinya.

---------------

Tepat pukul 05.30, lampu kamar yang redup langsung menyala. Disusul dengan gorden jendela yang terbuka.

“Selamat pagi tuan.”

“Pagi Enigma. Masih terlalu pagi. Tutup kembali gorden dan matikan lampu.”

“ik tuan, hasil pencarianmu sudah saya siapkan.” Gema suara itu berhenti kemudian disusul oleh bunyi ‘bip’ yang menampilkan sebuah layar hologram dengan detail tulisan gambar.

Sang tuan yang masih mengantuk, berubah semringah. Senang hati ia memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh asisten cerdas miliknya.

Tidak semua asisten cerdas dapat secanggih dirinya. Walaupun belum ada bentuk fisik. Namun virtual asisten itu sungguh sangat membantu kehidupan sang tuan.

Meski masih dalam tahap pengembangan. Virtual asisten tersebut sudah dipasarkan dengan harga yang tinggi dan hanya beberapa orang saja yang bisa menggunakan beta version dari asisten canggih tersebut.

“Jadi aku harus berteman dengan sekumpulan orang-orang itu ? Tidak ada opsi lain ?”

Layar hologram itu kembali menampilkan grafik data dengan beberapa penjelasan.

“Baiklah kalau begitu.” Sang tuan hanya bisa pasrah.

Kemudian ia beranjak dari tempat tidur. Menyingkap selimut yang menutupi tubuh. Berjalan pelan untuk mandi mempersiapkan diri bekerja.

Tampak sebuah tubuh dengan otot-otot perut tersusun rapi. Kulit coklat tapi sedikit putih terlihat begitu indah kontras dengan celana pendek hitam nan ketat yang masih menempel. Bayangkan jika kaum hawa melihatnya pasti akan jadi masalah.

                “Kumpulkan data tentang pengembangan teknologi terbaru, ambil juga yang ada di Aitech. Kau bisa mengambil semua itu tanpa seizinku bukan?”

“Baik tuan. Menyiapkan dari sekarang.”

Asisten tersebut menjalankan perintah sang tuan. Sedangkan sang tuan menyiapkan diri untuk kembali bertempur. Kembali dalam medan perang yang memaksa dirinya harus bisa menjadi apa pun untuk mendapatkan kembali bukti cinta yang telah hilang.

Image
Image

Comments

BLANTERVERIONv101