Basecamp triple problem sedang tidak dalam suasana yang baik. Aura canggung kini memenuhi segala penjuru ruangan itu.
Terlihat Sandra dan
Wildan saling bertatap mata, mengirimkan sinyal tanpa kata. Kedua alis mereka
seolah berkerut bertanya-tanya mengapa ada orang lain yang kini bergabung.
Sang tamu hanya diam, tersenyum canggung seolah
tahu bahwa momen ini tercipta karena kehadirannya.
“Jadi tadi kau sengaja menyuap kami dengan
makanan agar kau mendapatkan ijin membawa dia untuk bergabung?” Wildan bertanya
yang kemudian disetujui oleh Sandra.
“Toh makanan itu sudah ada di dalam perut
kalian.”
El menjawab pertanyaan Wildan penuh dengan
percaya diri, membuat Wildan dan Sandra tidak bisa menyanggahnya.
Bisa-bisanya El membawa masuk orang lain dalam
ruang pribadi mereka. Sebuah ruangan yang berisikan kumpulan berkas rahasia.
Tidak cuma itu, ada beberapa hasil inovasi pengembangan teknologi milik El yang
tidak semua orang bisa tahu. Ini Justru diperlihatkan dengan jelas kepada teman
barunya yang bernama Karya.
Entah apa yang merasuki El sehingga bisa membuka
diri kepada orang baru. Tapi ini berbeda. El membawa masuk Karya pada waktu
yang tidak tepat. Niat Sandra hari ini membahas kasus penggelapan dana. Ia
sudah mengutarakan hal itu pada Wildan.
“Sudahlah. Bukannya malah semakin banyak orang
semakin mudah? Dia juga pasti akan berguna dan membantu kita.”
Wildan dan Sandra langsung menatap Karya setelah
El selesai bicara. Menyelidiki secara dalam apakah Karya memang benar bisa
dipercaya. Karya yang sedang dinilai berusaha untuk meyakinkan.
Disisi lain, ketika Sandra menatap dalam Karya.
Ia justru mendapatkan getaran-getaran aneh di dalam dada. Saat ia memperhatikan
kedua iris Karya yang begitu cantik, kedua pupilnya membesar. Seakan hanyut
tenggelam dalam pandangannya sendiri.
Baru kali ini Sandra merasakan sesuatu yang berbeda. Padahal ia juga biasa melakukan hal yang sama
pada El ataupun Wildan. Tetapi tidak ada getaran seperti ini.
Sandra berpikir itu
hanyalah getaran biasa. Anggap saja jantungmu sedang berdebar kencang karena
kekenyangan. Bukan karena ada rasa, atau apa pun itu yang Sandra belum pernah
mencicipi.
“Ok, baiklah. Aku
percaya padamu, El.”
Ucapan setuju
Wildan membuyarkan pikiran Sandra. Jujur saja sebenarnya ia tidak terlalu
mendengar apa yang barusan Wildan katakan. Sandra hanya mengangguk membuntut
untuk setuju.
-----------------------
Setelah diskusi
panjang mengenai bagaimana mereka akan melakukan investigasi, triple problem +
Karya yang kini berubah menjadi empat sekawan, berpencar melakukan peran
masing-masing.
El dan Karya akan
mencoba meretas sistem keuangan. Mencari bukti kuat tentang berapa total
anggaran dana yang hilang. Sedangkan Wildan dengan Sandra pergi menemui
orang-orang yang diduga menjadi korban. Tidak lupa, mereka juga menggali
informasi dari beberapa saksi.
“Jadi bapak tidak
mau mengakuinya? Lalu bagaimana jika memukul sebuah mulut agar mulut itu bisa
terbuka? Bukankah bapak sendiri tadi
yang mengatakan padaku jika pintu tidak bisa dibuka, bapak perlu mendorongnya
lebih keras?”
“Tapi aku tidak
bisa memukul sembarangan, San.” Bisikan Wildan menghilangkan seringai dari
bibir Sandra. Padahal ia sudah bisa menyudutkan salah satu oknum tersangka namun
Wildan kini mengacaukan.
Sandra tidak
menggubris bisikan Wildan. Dirinya justru semakin menekan orang yang duduk di
depan. Orang itu tampak santai, tidak goyah sedikit pun. Senyum yang masih
terpasang pada wajahnya tidak berubah.
Sepertinya orang
itu menganggap remeh mereka. Layaknya orang tua yang tengah menghadapi
rengekkan sang anak. Sabar dan hanya memperhatikan tingkah apa lagi yang akan
dibuat.
Karena tidak
menghasilkan apa pun. Mereka akhirnya pergi. Namun Sandra tidak kehabisan akal
untuk memancing tersangka. Ia membisikkan beberapa kata pada dengan sopan.
Kemudian melenggang pergi meninggalkan orang itu yang terkejut atas apa yang ia
dengar barusan.
--------------------
Pukul dua belas
lewat seperempat, El masih memainkan jari jemarinya pada layar hologram. Ia memilih untuk tidak pulang hari ini. Pertama
karena ia masih mencoba meretas sistem keuangan. Kedua ia malas pulang lantaran
di rumah pasti tidak ada orang.
Ayahnya orang yang
sibuk. Selalu pergi menemui orang-orang penting dan jarang di rumah. Sedangkan
ibunya pasti ada saja acara yang membuat rumah kosong. Memang tidak benar-benar
kosong, karena masih ada beberapa pegawai rumah seperti sopir dan ART.
Meski El dan
ayahnya sering berpapasan di kampus. Tapi mereka jarang mengobrol berdua hanya
untuk bertukar cerita antara anak dan bapak.
“Masih belum
selesai? ” Sandra bertanya pada El yang jemarinya menari dengan indah menekan
huruf-huruf yang tertera pada papan keyboard.
El hanya menunjuk
dengan isyarat melalui mulutnya yang monyong. Sandra dan Wildan hanya menghela
nafas seperti kecewa mendengar jawaban El.
Malam ini seperti
biasa mereka berkumpul dalam basecamp untuk memecahkan kumpulan puzzle dari
kasus penggelapan dana. Sudah dua hari mereka coba menyelidiki melalui berbagai kemungkinan yang ada.
Sudah lebih dari
dua jam mereka melihat El bercumbu dengan mesin teknologi kesayangan. Jika
sudah begini tidak ada yang berani mengganggu. Hanya rasa lapar dan
keberhasilan yang dapat menghentikan dia.
Tampak mesin-mesin
teknologi itu tengah memproses kode-kode yang El jejalkan. Terus menerus tanpa
henti El menyuapi mesin itu seolah sang mesin tidak akan pernah bisa puas.
Sandra & Wildan
sudah terlelap di kursi. Sebenarnya El merasa kasihan dengan mereka menunggu
seperti ini. Sudah berulang kali juga dia meminta mereka untuk pulang
saja. Atau setidaknya mereka tidur saja
di kamar lantai bawah.
Dia sengaja meminta
pada ayahnya untuk memberikan kamar tidur supaya mereka bisa beristirahat jika
bergadang seperti ini. Tapi dengan dalih ‘Setia Kawan’ mereka malah memilih
untuk terlelap disini.
Layar hologram itu
lagi-lagi menampilkan notifikasi jika ia telah berhasil memasuki sistem secara
illegal. El mengembalikan fokusnya pada sang mesin. Kembali menarikan
jari-jarinya untuk menyuapi sang mesin dengan kode-kode pemrograman.
Sejujurnya, El
sudah melakukan ini tiga kali dan selalu berhasil. Namun sayang keberhasilan
itu tidak cukup menyenangkan. Ia tidak mendapatkan apa yang dicari. Bukti
mengenai penggelapan dana tidak ada di sistem keuangan yang sedang ia retas.
Sepertinya bukti
itu telah diamankan. Jalan satu-satunya ia harus meretas sistem pusat dimana
semua histori yang pernah masuk akan terekam. Dan itu bisa menjadi bukti kuat.
Kalaupun beruntung, ia bisa mendapatkan catatan alokasi dana bagian keuangan
yang termasuk bukti utama dari kasus ini.
Saat El sedang
sibuk menelaah isi dari sistem keuangan. Kedua mata Sandra terbuka perlahan
dari lelap. Dirinya merasa pegal pada bahu lantara tidur dengan posisi yang
tidak proporsional. Tangannya memijat bahu yang terasa kaku. Melemaskan
otot-otot, Lalu beranjak dari kursi.
“Belum selesai
juga?” Tanya Sandra yang kemudian menghampiri El. Duduk di sebelah memandang
layar hologram yang menyala.
“Sudah, dan
hasilnya masih sama.”
Sandra memajukan
bibir berekspresi berpikir keras tentang kenapa tidak ada apa-apa yang mereka
hasilkan hari ini. Mungkin saja mereka salah langkah atau mereka yang kalah
langkah?
Ia menyapu
pandangan pada hasil karya milik El. Menilik satu persatu apa yang tersedia di
depan. Hingga terhenti pada sebuah buku usang. Jarang sekali jaman sekarang ada
yang memakai buku. Terlebih karena buku itu mahal dan langka, buku juga bikin
ribet menurut dirinya.
“El milik siapa
buku itu?”
“Entahlah. Milik
Karya mungkin.”
Jawaban dari El
membuat Sandra mengernyitkan dahi. Bagaimana seorang mahasiswa kurang mampu
memiliki buku? Sandra hanya bisa bertanya-tanya dalam diam.
---------------
“Enigma. Coba cari
tahu penyebab kenapa kita menjadi sulit fokus.”
“Baik tuan.
Berdasarkan penelusuran, ada beberapa penyebab kenapa kita menjadi sulit fokus.
Pertama__”
Penjelasan jawaban
dari Enigma hanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Tidak digubris sama
sekali. Sang tuan justru hanyut dalam pikirannya sendiri. Ia masih terbayang
tentang seorang gadis yang entah kenapa dapat mencuri perhatian miliknya.
Tingkah yang absurd jika dipikir ulang tidak mungkin bisa memasuki
pikirannya.
“Ada pertanyaan
lagi tuan?”